Kejati Jatim Ungkap Kasus Korupsi BSPS Sumenep, Tetapkan Tersangka Baru dengan Kerugian Rp26,8 Miliar

Kejati Jatim Ungkap Kasus Korupsi BSPS Sumenep, Tetapkan Tersangka Baru dengan Kerugian Rp26,8 Miliar
Dok, foto; Kejati Jatim Ungkap Kasus Korupsi BSPS Sumenep, Tetapkan Tersangka Baru dengan Kerugian Rp26,8 Miliar. Keterangan pers, Rabu (5/11/2025).

MSRI, SURABAYA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur kembali menetapkan satu tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Tahun Anggaran 2024 di Kabupaten Sumenep.

Pejabat yang dimaksud adalah NLA, Kepala Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Perhubungan (Perkimhub) Kabupaten Sumenep. Ia resmi ditetapkan sebagai tersangka kelima dalam kasus yang sebelumnya telah menyeret empat tersangka lain, yakni RP, AAS, WM, dan HW.

“Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Wagiyo, menyampaikan bahwa penetapan tersangka baru ini merupakan hasil pengembangan penyidikan dari berbagai alat bukti dan keterangan saksi yang menguatkan keterlibatan NLA dalam kasus korupsi BSPS,” ujarnya, Rabu (5/11/2025).

Dalam proses penyidikan, tim Kejati Jatim telah memeriksa sekitar 222 orang saksi, melakukan penggeledahan serta penyitaan di sejumlah lokasi. Penyidik juga telah memperoleh Risalah Penghitungan Keuangan Negara dari auditor berwenang.

“Kami menetapkan tersangka baru setelah terkumpulnya dua alat bukti yang mengarah kepada tersangka ini,” jelas Wagiyo.

Program BSPS di Kabupaten Sumenep tahun 2024 memiliki 5.490 penerima bantuan yang tersebar di 143 desa dari 24 kecamatan, dengan total anggaran mencapai Rp109,8 miliar. Setiap penerima seharusnya mendapat bantuan sebesar Rp20 juta untuk peningkatan kualitas rumah.

Namun, dalam pelaksanaannya ditemukan adanya pemotongan dana bantuan sebesar Rp3,5 juta hingga Rp4 juta per penerima dengan dalih “komitmen fee”. Tak hanya itu, warga penerima bantuan juga dibebani biaya pembuatan Laporan Penggunaan Dana (LPD) sebesar Rp1 juta hingga Rp1,4 juta.

Sebagai pejabat yang berwenang menandatangani dan memvalidasi pencairan dana, NLA diduga meminta imbalan Rp100.000 per penerima bantuan agar proses pencairan berjalan lancar. Dari total permintaan tersebut, ia diketahui telah menerima Rp325 juta dari saksi RP.

Uang itu kemudian berhasil disita oleh penyidik dan dititipkan ke Rekening Penampung Lainnya (RPL) Bank BNI sebagai bagian dari upaya penyelamatan kerugian negara.

Usai penetapan tersangka, NLA langsung ditahan di Rutan Kelas I Surabaya cabang Kejati Jatim untuk proses penyidikan lanjutan dan pemberkasan menuju persidangan.

Dari hasil penyidikan sementara, perbuatan para tersangka NLA, RP, AAS, WM, dan HW telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp26.876.402.300, yang saat ini masih diverifikasi oleh auditor berwenang.

Aspidsus Kejati Jatim Wagiyo menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar.

“Penyidikan perkara ini merupakan bentuk komitmen Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam menegakkan hukum secara profesional dan proporsional, serta memastikan pemulihan keuangan negara,” tegasnya.

Ia menambahkan, Kejati Jatim tidak hanya fokus pada aspek penindakan, tetapi juga mendorong perbaikan sistem tata kelola program pemerintah agar lebih transparan.

“Kejaksaan tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga pada perbaikan sistem agar tata kelola pemerintahan berjalan lebih bersih, transparan, dan akuntabel,” pungkas Wagiyo.

{Spr99}

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama