![]() |
| Dok, foto; Humas BPN Gresik dan Matinya Transparansi. |
MSRI, GRESIK - Fungsi humas dalam lembaga negara sejatinya bukan sekadar formalitas struktural. Ia adalah wajah institusi, penghubung antara negara dan publik, sekaligus penjamin keterbukaan informasi. Namun, apa yang ditunjukkan Humas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Gresik justru memunculkan kesan sebaliknya.
Keterbukaan informasi bukan sekadar slogan birokrasi, melainkan fondasi kepercayaan publik. Ketika sebuah institusi negara gagal menjalankan fungsi komunikasi secara jujur dan bertanggung jawab, yang dipertaruhkan bukan hanya hubungan dengan media, tetapi juga legitimasi moral lembaga itu sendiri. Inilah yang kini menjadi sorotan publik terhadap Humas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Gresik.
Sejak 11 November 2025, proposal dari Wartawan Media Suara Rakyat Indonesia (MSRI) telah disampaikan secara resmi. Namun hingga berlarut waktu, kejelasan status proposal tersebut justru tak kunjung diberikan.
Alih-alih menyampaikan informasi administratif secara lugas—apakah diterima, diproses, atau ditolak—Humas BPN Gresik justru meminta wartawan kembali menyerahkan berkas fisik kepada atasan. Jawaban normatif yang terasa menghindar dari substansi.
Sikap ini mencerminkan persoalan mendasar dalam tata kelola komunikasi publik. Humas seharusnya menjadi pintu utama arus informasi, bukan sekadar perantara pasif apalagi tameng birokrasi. Ketika fakta administratif sederhana tidak disampaikan secara terbuka, publik patut mempertanyakan komitmen transparansi yang selama ini digaungkan.
Lebih ironis, sikap tertutup ini justru dialami oleh wartawan—pilar keempat demokrasi—yang menjalankan fungsi kontrol sosial. Jika kepada media saja kejelasan informasi diperlakukan setengah hati, maka wajar bila publik meragukan keterbukaan dalam pelayanan yang menyentuh kepentingan masyarakat luas.
Negara tidak boleh gagap menghadapi pertanyaan sederhana. Status sebuah proposal bukan rahasia negara. Ketika jawaban atas hal itu disamarkan melalui prosedur berlapis dan bahasa normatif, yang muncul bukan profesionalisme, melainkan kesan kuat adanya budaya birokrasi yang alergi terhadap akuntabilitas.
Masalah dalam perkara ini jelas bukan pada proposal, melainkan pada cara fungsi kehumasan dijalankan. Selama transparansi diposisikan sebagai beban, bukan kewajiban, maka kepercayaan publik akan terus terkikis.
Redaksi menegaskan, kritik ini tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan institusi, melainkan sebagai peringatan agar pelayanan publik kembali pada prinsip dasarnya: terbuka, jujur, dan bertanggung jawab.
BPN Gresik perlu segera membenahi pola komunikasi kehumasan secara konkret, bukan simbolik. Sebab dalam demokrasi, diam dan berkelit bukan netralitas—melainkan bentuk pengingkaran tanggung jawab publik.
Redaksi MSRI
Media Suara Rakyat Indonesia
dibaca

Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments