![]() |
Dok, foto; Kombes Pol Bhakti Eri Nurmansyah saat konferensi pers penetapan tersangka korupsi PT SPR di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta. Selasa (21/10/2025). |
MSRI, JAKARTA - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menetapkan dua orang pejabat PT SPR, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Riau, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan perusahaan yang berkaitan dengan operasional Blok Migas Langgak. Nilai kerugian negara akibat praktik korupsi tersebut ditaksir mencapai Rp33,29 miliar dan USD 3.000.
Penetapan ini disampaikan langsung oleh Wakil Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Kombes Pol Bhakti Eri Nurmansyah, S.I.K., M.Si., dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Penyidik menetapkan RA, mantan Direktur Utama PT SPR periode 2010–2015, dan DRS, yang menjabat sebagai Direktur Keuangan pada periode yang sama, sebagai tersangka utama.
Keduanya kini telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Menurut Kombes Bhakti, penyidikan kasus ini dimulai sejak Juli 2024 dengan pemeriksaan 45 saksi dan 4 ahli, serta penggeledahan di kantor PT SPR di Pekanbaru dan kediaman para tersangka di Jakarta Selatan serta Pekanbaru.
Dari hasil penyidikan, penyidik Kortastipidkor berhasil menyita sejumlah dokumen, perangkat elektronik, dan uang tunai sebesar Rp5,4 miliar. Selain itu, 12 aset bergerak dan tidak bergerak milik para tersangka dengan total nilai sekitar Rp50 miliar turut dibekukan guna mendukung proses asset recovery.
“Langkah penyitaan aset ini merupakan upaya nyata kami untuk memulihkan kerugian negara dan memastikan hasil kejahatan tidak dinikmati oleh pelaku,” tegas Kombes Bhakti.
Kasus ini bermula saat PT SPR yang awalnya berstatus perusahaan daerah bertransformasi menjadi perseroan terbatas berdasarkan keputusan RUPS-LB pada Mei 2010.
Pada tahun yang sama, PT SPR menggandeng Kingswood Capital Limited (KCL) untuk membentuk konsorsium pengelolaan Blok Migas Langgak, yang mendapat kontrak dari Kementerian ESDM untuk jangka waktu 20 tahun (2010–2030).
Namun, hasil audit dan penyidikan mengungkap adanya penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran prinsip Good Corporate Governance (GCG) oleh kedua tersangka. Beberapa praktik koruptif yang ditemukan antara lain:
• Pengeluaran dana tanpa dasar dan bukti yang sah,
• Pengadaan barang tanpa analisis kebutuhan,
• Kesalahan pencatatan overlifting hasil produksi migas,
• Pengelolaan keuangan yang tidak transparan dan tidak akuntabel.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menegaskan bahwa tindakan tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah besar.
Kortastipidkor Polri memastikan berkas perkara kedua tersangka telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa peneliti pada 3 Oktober 2025. Dalam waktu dekat, penyidik akan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan untuk proses hukum tahap II.
“Dengan adanya penetapan tersangka dan penyitaan aset ini, kami berharap proses penegakan hukum berjalan optimal serta memberikan efek jera bagi pengelola BUMD lain di seluruh Indonesia,” tutup Kombes Bhakti.
{Redaksi}
dibaca
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments