Keluarga Besar MSRI Doakan Risal Diansyah Segera Pulih: Teladan Pemimpin yang Mengajar dalam Sunyi

Keluarga Besar MSRI Doakan Risal Diansyah Segera Pulih: Teladan Pemimpin yang Mengajar dalam Sunyi
Dok, foto; Keluarga Besar MSRI Doakan Risal Diansyah Segera Pulih: Teladan Pemimpin yang Mengajar dalam Sunyi.

MSRI, SURABAYA - Hampir dua pekan terakhir, Pimpinan Redaksi Media Jawapes sekaligus penggerak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Risal Diansyah Soesanto, S.T., menjalani perawatan intensif di ruang ICU Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jawa Timur. Dari balik pintu ruang perawatan, sebuah perjuangan sunyi tengah berlangsung—perjuangan yang tidak hanya menyentuh keluarga, tetapi juga mereka yang pernah dibimbing dan disentuh nuraninya.

Di tengah keheningan ruang ICU, gema keteladanan justru terasa semakin lantang. Doa-doa mengalir tanpa henti—bukan semata harapan atas kesembuhan seorang pimpinan media, melainkan ungkapan cinta dan hormat kepada sosok yang bagi banyak orang telah menjelma sebagai orang tua, guru, sekaligus penunjuk arah dalam pengabdian.

Bagi keluarga besar Media Jawapes, Risal Diansyah bukan hanya Pemimpin Redaksi. Ia adalah figur yang sejak awal menanamkan pemahaman bahwa jurnalisme bukan sekadar soal kecepatan menyajikan berita, melainkan keberanian moral, kepekaan nurani, dan keberpihakan yang tegas pada nilai-nilai kemanusiaan.

Media Jawapes sendiri lahir dari rahim gerakan sosial. Pada 24 Agustus 2013, Jawapes—Jaringan Warga Peduli Sosial—dibentuk sebagai media cetak dan daring yang berikhtiar menjadi ruang suara bagi mereka yang kerap terpinggirkan dan luput dari sorotan publik. Nilai-nilai tersebut, sebagaimana diakui para penggeraknya, tidak tumbuh dengan sendirinya. Ia ditanam, dirawat, dan dijaga dengan konsistensi oleh seorang pemimpin yang memimpin melalui keteladanan, bukan retorika.

Tak terhitung wartawan yang pernah ditempa langsung olehnya. Di antaranya M. Rifai, Wakil Pemimpin Redaksi sekaligus Koordinator Wilayah Madura, serta Agustin Mustikaningtias. Proses pembinaan yang dijalani tidak singkat dan jauh dari mudah. Setiap kesalahan dijadikan pelajaran, setiap kegamangan diarahkan menuju pemahaman, dengan kesabaran yang nyaris tak pernah habis.

“Beliau selalu mengingatkan bahwa kemanusiaan tidak boleh berhenti di kata-kata. Solidaritas harus berani menembus ego, kepentingan, bahkan kenyamanan diri sendiri,” ungkap Rudi, wartawan lintas provinsi yang pernah bekerja bersama beliau.

Kenangan itu kembali menguat menjelang peringatan HUT Media Jawapes ke-12. Saat itu muncul usulan tema “Menembus Batas Kemanusiaan”. Namun dengan ketenangan khasnya, Risal Diansyah memilih menolaknya. Bukan tanpa alasan. Menurutnya, kalimat tersebut mudah diucapkan, tetapi belum tentu dapat dijalani secara jujur dan konsisten.

“Mungkin hanya sekitar 20 persen yang benar-benar tulus,” ujarnya kala itu.

Sikap tersebut meninggalkan kesan mendalam. Ia memilih kejujuran batin dibanding kemegahan slogan—sebuah pengingat bahwa nilai kemanusiaan bukan untuk dipamerkan, melainkan untuk dijalani dalam keseharian.

Menyikapi kondisi tersebut, Pemimpin Redaksi Media Suara Rakyat Indonesia (MSRI), Slamet Pramono (akrab disapa Bram), turut menyampaikan doa dan penghormatan mendalam.

“Kami di keluarga besar MSRI mendoakan dengan sungguh-sungguh agar Pak Risal Diansyah diberikan kekuatan, kesembuhan, dan kesehatan oleh Allah SWT. Beliau adalah sosok pejuang pers yang tidak hanya berbicara tentang kemanusiaan, tetapi menjalankannya dengan konsisten. Keteladanan beliau adalah pelajaran berharga bagi insan pers di mana pun berada,” ujar Bram.

Menurutnya, dunia pers tidak hanya membutuhkan wartawan yang berani, tetapi juga pemimpin yang mampu menjaga nurani dan integritas. Dalam pandangannya, Risal Diansyah adalah contoh nyata dari jurnalis yang memimpin dengan hati dan tanggung jawab moral.

Kini, ketika beliau terbaring di ruang ICU, pesan-pesan kemanusiaan itu justru terasa semakin hidup. Kemanusiaan tidak selalu hadir dalam aksi besar atau sorotan kamera. Ia hadir dalam kesetiaan, dalam doa yang tak diumumkan, dan dalam solidaritas yang tidak mencari pengakuan.

Keluarga besar Media Jawapes meyakini, perjuangan beliau hari ini bukan semata melawan sakit, tetapi kembali mengajarkan arti sabar, pasrah, dan memberi tanpa harus terlihat.

Guru sejati, sebagaimana diyakini para muridnya, tidak pernah berhenti mengajar—bahkan dalam diam. Justru dalam keheningan itulah, pelajaran paling dalam disampaikan tanpa kata.

Dengan penuh harap, keluarga besar Media Jawapes bersama insan pers lintas media memanjatkan doa:

“Semoga Allah SWT menguatkan raga dan jiwanya, mengangkat penyakitnya, serta memulihkan beliau dalam keadaan sehat wal afiat.” Aamiin.

Apa pun yang kelak terjadi, nilai-nilai kemanusiaan yang telah beliau torehkan diyakini tak akan pernah terbaring. Ia akan terus hidup, menguat, dan menuntun langkah mereka yang pernah beliau bimbing.

{Redaksi MSRI}

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama