MediaSuaraRakyatIndonesia.id

Hakim PN Blitar Melihat Dua Pelajar Terlibat Kerusuhan DPRD sebagai Korban Tren Medsos, Begini Vonisnya

Hakim PN Blitar Melihat Dua Pelajar Terlibat Kerusuhan DPRD sebagai Korban Tren Medsos, Begini Vonisnya
Dok, foto; Hakim PN Blitar Melihat Dua Pelajar Terlibat Kerusuhan DPRD sebagai Korban Tren Medsos, Begini Vonisnya.

MSRI, BLITAR - Ruang sidang Pengadilan Negeri Blitar pada Selasa siang itu terasa lebih berat dari biasanya. Di hadapan hakim tunggal Aldy Kurniyansa Sudewa, S.H., M.H., dua pelajar muda berinisial RF dan SP berdiri dengan wajah tegang. Bukan penjahat, bukan kriminal dewasa, mereka hanyalah anak sekolah yang terseret arus kerusuhan dan penjarahan di Kantor DPRD Kabupaten Blitar.

Hakim kemudian membacakan putusan: satu bulan lima belas hari penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Blitar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang semula menuntut dua bulan kurungan.

Dalam pertimbangannya, hakim menegaskan bahwa usia muda dan tindakan yang dilakukan tanpa niat jahat menjadi alasan meringankan. “Anak-anak ini hanya ikut-ikutan dalam pusaran massa yang tidak terkendali,” ujar hakim dalam amar putusan.

Kedua pelajar dinyatakan bersalah melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-2 dan ke-4 KUHP, serta UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Barang bukti yang dihadirkan di pengadilan terbilang sederhana: 2 kilogram gula pasir merek Rose Brand dan 7 sachet kopi Kapal Api.

Hakim PN Blitar Melihat Dua Pelajar Terlibat Kerusuhan DPRD sebagai Korban Tren Medsos, Begini Vonisnya


Hakim memutuskan seluruh barang bukti dikembalikan kepada Sekretariat DPRD Kabupaten Blitar sebagai pihak korban. Sementara itu, orang tua kedua terdakwa diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp5.000 angka simbolis di tengah beban moral yang jauh lebih besar.

Penasihat hukum terdakwa, Dwi Heri Mustika, mengaku lega dengan putusan tersebut.

“Alhamdulillah, hakim mempertimbangkan fakta bahwa anak-anak ini tidak berniat merusak. Mereka hanya ikut-ikutan, istilahnya FOMO takut ketinggalan tren yang bahkan viral di media sosial,” jelasnya usai sidang.

Hal senada diungkapkan rekan kuasa hukumnya, Bagus Catur Setiawan, yang menilai tuntutan jaksa terlalu berlebihan.

“Jaksa menyebut ada 2 kg gula dan 7 sachet kopi, tapi menurut saksi hanya gula putih 2 kg yang sempat dibawa. Mereka dicegat di depan kantor DPRD oleh orang tak dikenal. Tidak ada unsur niat jahat di sana. Semua karena ikut-ikutan, bahkan sebagian aksinya sempat diunggah ke TikTok,” tegas Bagus.

Putusan ini menjadi penegasan kembali prinsip peradilan anak yang mengutamakan pembinaan daripada pemidanaan. Hakim berusaha menyeimbangkan antara memberikan efek jera dan menjaga masa depan dua pelajar tersebut.

Kuasa hukum juga mengajukan permohonan agar kliennya tetap dapat mengikuti ujian sekolah selama berada di LPKA. “Kami hanya ingin mereka diberi kesempatan menuntaskan pendidikan, bukan kehilangan masa depan,” ujarnya.

Kasus ini meninggalkan pesan moral yang dalam bagi generasi muda. Bahwa tindakan “ikut tren” tanpa berpikir panjang bisa menyeret ke ranah hukum.

Di era digital, batas antara ekspresi dan pelanggaran semakin tipis, terutama ketika tindakan itu diunggah ke media sosial hanya demi eksistensi.

Kedua pelajar diperkirakan bebas dalam waktu sekitar delapan hari ke depan, setelah menjalani masa tahanan sejak 2 September 2025. Meski menyisakan catatan kelam, harapan besar tetap ada: agar mereka bangkit, kembali ke sekolah, dan belajar dari kesalahan.

Perkara dua pelajar Blitar ini bukan semata soal hukum, tapi cerminan rapuhnya benteng moral di tengah derasnya arus tren digital.

Vonis ringan memang melegakan, namun menjadi pengingat bagi keluarga, sekolah, dan negara untuk memperkuat pendidikan karakter, literasi digital, serta kesadaran hukum sejak dini.

Sebab masa depan mereka bukan hanya tanggung jawab orang tua, melainkan tanggung jawab bersama masyarakat dan negara.

{Doni}

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama
MediaSuaraRakyatIndonesia.id