MSRI, SURABAYA - Fenomena pelanggaran hukum yang marak terjadi di sekolah SMA/SMK, baik negeri maupun swasta di Jawa Timur, kembali menjadi sorotan publik. Kasus-kasus seperti penahanan ijazah, pungutan liar (pungli), penjualan seragam, dan penjualan buku, khususnya di lingkungan SMAN dan SMKN se-Jawa Timur, dinilai tidak mendapat tindakan tegas dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur maupun DPRD Provinsi Jatim.
Gus Har, pengurus Ormas Barisan Gotong Royong (BGR), menilai Gubernur Jawa Timur beserta jajarannya, termasuk DPRD Provinsi Jatim, telah gagal menjalankan fungsi pengawasan dan penindakan.
"Melihat kondisi ini, saya minta Gubernur Jawa Timur sebaiknya mengundurkan diri. Kepala Dinas Pendidikan Jatim juga harus segera dicopot. Bahkan DPRD Provinsi Jatim lebih baik dibubarkan saja karena bersifat dobolisasi bin tololisasi dan diduga melakukan pembiaran," tegas Gus Har.
Gus Har juga menyoroti keberadaan Komite Sekolah yang dinilainya menjadi salah satu sumber masalah.
"Komite Sekolah harus dibubarkan karena diduga menjadi wadah terjadinya pungli di sekolah-sekolah," ujarnya.
Landasan hukum pembubaran komite sekolah:
- Pasal 181A Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menyatakan:
"Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dilarang memungut biaya dari peserta didik, orang tua peserta didik, atau pihak lain yang membebani peserta didik."
Apabila Komite Sekolah terbukti memfasilitasi pungutan tersebut, keberadaannya bertentangan dengan ketentuan ini dan dapat dibubarkan.
Data Lapangan Ormas BGR (2 Tahun Terakhir):
Hampir di seluruh SMA dan SMK Negeri di Kota Surabaya terindikasi melakukan pelanggaran hukum yang sama, mulai dari penahanan ijazah, pungli, penjualan seragam dengan harga tidak wajar, hingga pemaksaan pembelian buku paket.
Dari total 75 SMA/SMK Negeri di Surabaya, diperkirakan lebih dari 80% atau sekitar 60 sekolah terlibat praktik-praktik tersebut.
Contoh Kasus Nyata di Jatim:
1. SMKN 1 Surabaya (2023) – Ijazah ditahan karena “sumbangan sukarela” belum dibayar.
2. SMAN 5 Malang (2024) – Seragam wajib dibeli dari sekolah seharga Rp 2,5 juta.
3. SMKN 3 Jombang (2022) – Buku paket dijual di atas harga pasaran.
4. SMAN 2 Kediri (2023) – Pungutan fasilitas Rp 1 juta per siswa, padahal ada dana BOS.
Landasan Hukum & Sanksi Pidana:
- Penahanan Ijazah: Melanggar Permendikbud 75/2016 & SE Mendikbud 14/2019.
- Pungutan Liar (Pungli): Melanggar Pasal 12 huruf e UU 20/2001 (Tipikor) — sanksi penjara seumur hidup atau 4–20 tahun + denda Rp 200 juta–Rp 1 miliar.
- Penjualan Seragam/Buku: Melanggar Permendikbud 50/2020 & Permendikbud 8/2016.
- Pasal 181A PP No. 17/2010: Melarang pungutan kepada peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau pemerintah daerah.
Langkah Hukum yang Akan Ditempuh Ormas BGR:
- Melaporkan ke KPK, Ombudsman, dan Kemendikbudristek.
- Mengajukan sanksi pencopotan pejabat terkait.
- Menggelar aksi besar-besaran di Kantor Gubernur Jatim & DPRD Provinsi Jatim.
"Kami tidak akan tinggal diam. Dunia pendidikan harus dibersihkan dari pungli, penahanan ijazah, dan praktik kotor lainnya," tutup Gus Har.
{Redaksi}
Narahubung:
Gus Har – Pengurus BGR Bidang Investigasi dan Publik
HP/WA: 0857-0807-7025
dibaca
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments