Pembuangan Limbah Tinja di Pinggir Tol Gempol–Pasuruan Kembali Terjadi, Warga: “Ini Tol atau Wisata Aroma?”

Pembuangan Limbah Tinja di Pinggir Tol Gempol–Pasuruan Kembali Terjadi, Warga: “Ini Tol atau Wisata Aroma?”
Dok, foto; Pembuangan Limbah Tinja di Pinggir Tol Gempol–Pasuruan Kembali Terjadi, Warga: “Ini Tol atau Wisata Aroma?”.

MSRI, PASURUAN - Fenomena pencemaran lingkungan di sepanjang Tol Gempol–Pasuruan kembali mencuat ke permukaan. Aksi pembuangan limbah tinja manusia secara ilegal, yang sempat menghebohkan publik pada Agustus 2025 lalu, nyatanya belum berakhir. Pada Jumat (19/12/2025), bau menyengat kembali tercium di KM 774+800, tepat di wilayah Dusun Kesemi, Desa Gunung Gangsir, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan.

Aroma busuk yang menyergap kawasan tersebut bukan sekadar gangguan kenyamanan, melainkan sinyal keras atas lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan. Warga setempat, yang telah bertahun-tahun hidup berdampingan dengan praktik ilegal ini, mengaku kesabaran mereka berada di titik kritis.

Kepala Dusun Kesemi, Sukirno, menyebut kasus ini sejatinya bukan cerita baru. Ia mengungkapkan bahwa laporan resmi pernah dilayangkan ke Polres Kabupaten Pasuruan. Namun, proses hukum yang diharapkan berujung pada penindakan justru berhenti tanpa kejelasan arah.

“Laporannya sudah kami sampaikan sejak lama. Tapi sampai hari ini tidak ada perkembangan yang bisa dirasakan warga. Seolah laporan itu menguap begitu saja,” ujar Sukirno saat ditemui di Balai Desa Gunung Gangsir, Senin (22/12/2025).

Tak hanya aparat penegak hukum, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pasuruan juga disebut telah mengetahui aktivitas pembuangan limbah berbahaya tersebut. Namun, menurut warga, respons yang diberikan cenderung normatif dan minim tindak lanjut di lapangan.

“DLH tahu, tapi penanganannya lambat. Kalau mau jujur, warga melihatnya seperti pembiaran. Bau tetap ada, pelaku tetap bebas,” tambahnya.

Dampak pencemaran ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Setiap kali kendaraan pembuang limbah beraksi, bau menyengat yang terbawa angin mengganggu aktivitas warga dan memicu kekhawatiran akan risiko kesehatan serta kerusakan lingkungan jangka panjang.

Menanggapi kondisi tersebut, Pemimpin Redaksi Media Suara Rakyat Indonesia (MSRI), Slamet Pramono, yang akrab disapa Bram, menegaskan bahwa persoalan ini tidak boleh dipandang sebagai gangguan biasa, melainkan sebagai bentuk kejahatan lingkungan yang serius.

“Pembuangan limbah tinja secara ilegal di ruang publik, terlebih di kawasan strategis seperti jalan tol, adalah pelanggaran hukum dan bentuk pengabaian terhadap hak warga atas lingkungan yang sehat. Aparat penegak hukum dan instansi terkait tidak boleh bersikap pasif. Jika pembiaran terus terjadi, maka yang dipertaruhkan bukan hanya kenyamanan, tetapi kredibilitas negara dalam menegakkan hukum lingkungan,” tegas Bram.

Secara hukum, praktik pembuangan limbah tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 60 UU tersebut secara tegas melarang setiap orang melakukan dumping limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Adapun sanksi pidana diatur dalam Pasal 104 UU 32/2009, yang menyebutkan bahwa pelaku dumping limbah tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun serta denda maksimal Rp3 miliar.

Bahkan, apabila perbuatan tersebut menimbulkan pencemaran serius atau membahayakan kesehatan masyarakat, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 98 atau Pasal 99, dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda mencapai Rp10 miliar, tergantung unsur kesengajaan atau kelalaian.

Lebih jauh, apabila praktik ini melibatkan badan usaha atau korporasi, maka pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan sebagaimana diatur dalam Pasal 116 UU 32/2009, termasuk terhadap penanggung jawab perusahaan dan pihak yang memberi perintah.

Bram menegaskan, dengan dasar hukum yang jelas tersebut, aparat penegak hukum dan Dinas Lingkungan Hidup sejatinya memiliki kewenangan penuh untuk melakukan penyelidikan, penindakan, hingga penuntutan pidana.

“Negara tidak boleh kalah oleh bau. Jika aturan sudah jelas namun tidak ditegakkan, maka pembiaran itu sendiri patut dipertanyakan,” tandasnya.

Warga Dusun Kesemi berharap kasus ini tidak berhenti sebagai isu musiman yang hanya ramai ketika bau menyeruak, lalu menghilang tanpa penyelesaian. Mereka mendesak aparat penegak hukum dan instansi teknis agar turun langsung ke lapangan, melakukan pengawasan ketat, serta menindak tegas para pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Hingga berita ini diturunkan, identitas pelaku pembuangan limbah tinja di kawasan Tol Gempol–Pasuruan belum terungkap. Sementara itu, aroma busuk masih menjadi pengingat pahit bahwa pembiaran adalah bentuk lain dari pelanggaran hukum yang dibiarkan tumbuh di ruang publik.

{Tim/Red}

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama