![]() |
Dok, foto; Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. |
MSRI, SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya semakin serius dalam upaya memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Langkah nyata ditunjukkan dengan terbitnya Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 29 Tahun 2025 tentang Pencegahan, Pelaporan, dan Pengendalian Gratifikasi.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa aturan ini menjadi pedoman bagi seluruh aparatur pemerintah untuk tidak hanya menolak, tetapi juga melaporkan segala bentuk gratifikasi.
“Kami ingin membangun birokrasi yang bersih, transparan, dan akuntabel. Tidak ada ruang bagi praktik gratifikasi di lingkungan Pemkot Surabaya,” tegas Wali Kota Eri, Selasa (2/9/2025).
Sebagai bentuk sosialisasi, Pemkot memasang banner, poster, dan flyer di berbagai titik layanan publik. Mulai dari kantor kelurahan, kecamatan, rumah sakit, sekolah, hingga Mall Pelayanan Publik (MPP) Siola. Media sosialisasi tersebut bertujuan mengingatkan masyarakat bahwa segala bentuk pemberian terkait jabatan, baik berupa uang, barang, maupun fasilitas, tergolong gratifikasi dan wajib ditolak atau dilaporkan.
“Kami ingin masyarakat tahu, tidak ada biaya tambahan dalam pelayanan publik kecuali yang sudah ditetapkan secara resmi. Tidak ada kewajiban memberikan hadiah atau imbalan kepada pegawai. Melalui sosialisasi ini, kami berharap pesan tersebut benar-benar dipahami warga,” ujar Eri.
Lebih jauh, Pemkot Surabaya juga mengajak masyarakat untuk proaktif melaporkan dugaan gratifikasi. Laporan dapat disampaikan melalui kanal resmi, termasuk situs daring dan Inspektorat Kota Surabaya.
“Partisipasi masyarakat adalah kunci. Dengan bersama-sama, kita bisa memperkuat integritas birokrasi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah,” imbuhnya.
Sementara itu, Inspektur Kota Surabaya, Ikhsan, menyampaikan bahwa Pemkot telah melakukan berbagai strategi pencegahan, salah satunya dengan membentuk Komisi Penyuluh Anti Korupsi (PAKSI) pada akhir 2024. Kehadiran PAKSI diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran antikorupsi, baik di kalangan birokrasi maupun masyarakat.
“Kami rutin melakukan edukasi dan sosialisasi tentang gratifikasi. Inspektorat juga bekerja sama dengan OPD lain, termasuk Dinas Pendidikan, untuk memastikan semangat antikorupsi bisa disebarkan secara luas,” jelas Ikhsan.
Sebagai Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG), Inspektorat Surabaya memfasilitasi pelaporan penerimaan dan penolakan gratifikasi melalui aplikasi eAudit. Laporan tersebut wajib disampaikan secara rutin setiap bulan dari UPG pembantu di masing-masing OPD.
“Harapan kami, seluruh pegawai dan masyarakat mendukung langkah ini. Bersama, kita wujudkan pemerintahan yang benar-benar bersih dari KKN,” pungkas Ikhsan.
{Spr99}
dibaca
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments