![]() |
Dok, foto; Kejari Surabaya Terima Enam SPDP Terkait Pembakaran Gedung Grahadi. Kamis (11/9/2025). |
MSRI, SURABAYA - Kasus kerusuhan yang berujung pada pembakaran Gedung Negara Grahadi dan Markas Polsek Tegalsari, Surabaya, resmi memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menerima enam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik Polrestabes Surabaya terkait peristiwa yang terjadi pada akhir Agustus 2025 lalu.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Surabaya, Ida Bagus Widnyana, menegaskan pihaknya sudah menyiapkan tim jaksa untuk menangani perkara tersebut.
“Kami baru menerima enam SPDP kasus kerusuhan pembakaran Gedung Grahadi Surabaya dan Polsek Tegalsari dari Polrestabes Surabaya. Beberapa jaksa sudah kami siapkan untuk menangani perkara ini,” ujar Ida Bagus saat dikonfirmasi wartawan di Surabaya, Kamis (11/9/2025).
Ida Bagus menambahkan, Kejari Surabaya masih menunggu kemungkinan adanya tambahan SPDP dari penyidik kepolisian. “Kami hanya menerima saja. Kalau ada tambahan, tentu akan kami terima dan mempersiapkan jaksa peneliti,” jelasnya.
Terkait kemungkinan tersangka di bawah umur, pihaknya belum bisa memastikan. “Nanti ya mas, menunggu berkasnya saja,” singkatnya.
![]() |
Dok, foto; Kejari Surabaya Terima Enam SPDP Terkait Pembakaran Polsek Tegalsari. |
Dengan diterimanya enam SPDP tersebut, Kejari Surabaya segera meneliti kelengkapan berkas perkara sebelum nantinya dilimpahkan ke pengadilan. “Kami akan meneliti setiap berkas perkara secara detail agar proses hukum berjalan sesuai aturan,” tegas Ida Bagus.
Kerusuhan ini berawal dari aksi massa di sekitar Gedung Negara Grahadi pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025. Unjuk rasa yang semula berlangsung damai berubah ricuh setelah terjadi bentrokan dengan aparat kepolisian dan TNI.
Massa kemudian bergerak liar ke kawasan Tegalsari dan melampiaskan amarah dengan merusak sejumlah fasilitas. Tidak berhenti pada perusakan, massa melakukan pembakaran di kantor Polsek Tegalsari. Api cepat membesar dan melahap seluruh bangunan hingga rata dengan tanah.
Sejumlah dokumen, peralatan elektronik, hingga perlengkapan operasional musnah terbakar. Saksi mata juga menyebut terjadi penjarahan sebelum barang-barang tersebut dibakar bersama bangunan.
Kasus ini mendapat sorotan luas karena Gedung Negara Grahadi merupakan ikon sejarah Jawa Timur sekaligus pusat kegiatan pemerintahan daerah. Sementara Polsek Tegalsari memiliki posisi strategis di jantung Kota Surabaya.
Hingga kini, penyidik Polrestabes Surabaya masih melakukan pengembangan kasus untuk memastikan siapa saja pihak yang terlibat dalam aksi kerusuhan tersebut.
Peristiwa ini bukan hanya soal tindak pidana pembakaran dan perusakan fasilitas negara, tetapi juga menyisakan luka sosial bagi masyarakat Surabaya. Kehilangan Gedung Negara Grahadi sebagai simbol sejarah Jawa Timur dianggap sebagai tamparan keras bagi wibawa pemerintahan daerah.
Di sisi lain, pembakaran Polsek Tegalsari memunculkan kekhawatiran publik terhadap stabilitas keamanan di kota terbesar kedua di Indonesia tersebut. Polsek sebagai garda terdepan pelayanan keamanan masyarakat kini tidak lagi berfungsi, sehingga menuntut aparat untuk segera memulihkan kepercayaan publik.
Secara politik, kasus ini juga berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menekan pemerintah daerah maupun pusat. Respons cepat aparat penegak hukum dalam memproses pelaku kerusuhan menjadi kunci agar isu ini tidak berkembang menjadi krisis politik yang lebih besar.
Pengamat politik menilai, pemerintah daerah harus lebih proaktif melakukan rekonsiliasi sosial dan membuka ruang komunikasi dengan masyarakat agar aksi serupa tidak terulang. Apalagi, Surabaya dikenal sebagai barometer keamanan dan stabilitas politik di Jawa Timur.
{Spr99}
dibaca
Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments