Media Suara Rakyat Indonesia.id

Prof. Mia Amiati: Studium Generale Restorative Justice

Prof. Mia Amiati: Studium Generale Restorative Justice


MSRI, JAKARTA - Program Restoratif Justice yang telah dicanangkan oleh Jaksa Agung RI, pada hakikatnya selaras dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya Sila Kedua yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan untuk diperlakukan sama di muka hukum dan juga merupakan cerminan dari Sila Keempat di mana nilai-nilai keadilan diperoleh melalui musyawarah untuk mufakat dalam penyelesaian masalah.

Restorative Justice merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan, dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban.

Konsep keadilan restoratif ini terutama ditujukan untuk memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat, sehingga jaksa sebagai penegak hukum dan pemegang asas dominus litis, dalam rangka pelaksanaan tugas penegakan hukum dan keadilan harus lebih mengutamakan perdamaian dan pemulihan pada keadaan semula, bukan lagi menitikberatkan pada pemberian sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang.

Keadilan restoratif merupakan salah satu bentuk penegakan hukum yang humanis. Hal ini dikarenakan keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang berfokus pada proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain terkait untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

Konsep keadilan restoratif merupakan suatu konsekuensi logis dari asas ultimum remedium, yaitu pidana merupakan jalan terakhir dan sebagai pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas serta asas cepat, sederhana dan biaya ringan, oleh karena itu penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kepentingan korban dan kepentingan hukum lain, disamping itu,

Penyelesaian perkara dengan menerapkan keadilan restoratif menjadi bagian dari komitmen dan ijtihad Kejaksaan untuk mengubah wajah peradilan dan penegakan hukum yang humanis dan adil bagi semua masyarakat. Komitmen tersebut pun secara nyata dituangkan dalam regulasi yang mengatur pelaksanaan keadilan restoratif di lingkungan Korps Adhyaksa.

Jaksa Agung selaku Penuntut Umum Tertinggi di Negara Republik Indonesia, telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tersebut lahir dalam rangka memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materiil dan formil yang belum mengatur penyelesaian perkara menggunakan pendekatan keadilan restorative.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan persyaratan yang cukup ketat  sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis); tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; hak korban dipulihkan  dan adanya kesepakatan perdamaian antara pelaku dan korban; Masyarakat merespons positif.

Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.

Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Langkah ini menjadi pembuktian nyata bahwa penegakan hukum tidak hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas, tetapi proses penegakan hukum dilaksanakan secara humanis.

Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.

Program Restoratif Justice yang diterapkan oleh Kejaksaan mengacu kepada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 , di mana di dalam Perja tersebut diatur tentang penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, dengan cepat sederhana dan biaya ringan. Disamping itu Program Penghentian Penuntutan  dengan menerapkan  Restoratif justice juga dapat meminimalisir over capacity Lapas yang menjadi problem bagi Lapas di Indonesia. @Red

Oleh: Prof (HCUA) Dr. Mia Amiati, S.H., M.H., CMA., CSSL.

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama
Media Suara Rakyat Indonesia.id