MSRI, LAMONGAN - Kepala Desa merupakan pimpinan tertinggi di Desa yang menjalankan roda pemerintahan bersama-sama dengan rakyatnya, membangun dan menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur serta ikut mendukung program pemerintah pusat yang telah dicanangkan, oleh karenanya sekecil apapun anggaran yang didapat maupun dikeluarkan, dibutuhkan ke transparansi dari pemerintah Desa tak terkecuali siapapun Pemimpin dan Desanya.
Peristiwa mengherankan justru terjadi pada salah satu Desa yang ada di kabupaten Lamongan, saat beberapa wartawan datang menjumpai Yomiarto selaku Kepala Desa Sidorejo, dirinya (Kades- red) selalu menghindar dan terkesan alergi terhadap segala bentuk konfirmasi yang ingin dilakukan oleh wartawan, Jumat 13 Juni 2025.
Sikap Alergi tersebut nampak ketika para wartawan dari beberapa Redaksi Media online dan cetak hendak konfirmasi atau klarifikasi terhadap Yomiarto selaku penguasa pengguna anggaran di Desa Sidorejo Kecamatan Sugio, meski tugas pokok seorang wartawan adalah mencari fakta yang tersembunyi, mengungkap peristiwa yang terjadi, serta merangkum dalam sebuah karya tulis.
Namun, Yomiarto seolah tidak peduli tentang Undang – Undang Keterbukaan Informasi Publik maupun pasal pasalnya dan Yomiarto pun juga tidak perduli dengan Undang – Undang Nomor 40 Tahun 1999 bersama pasal – pasalnya yang mewajibkan para wartawan tersebut untuk berhak bertanya kepada seorang narasumber tak terkecuali Kepala Desa.
Ucapan yang mengarah ke sebuah penghinaan seorang Pejabat publik yang dipilih oleh Masyarakat seakan mendiskreditkan wartawan ke dalam sebuah kemampuan atas finansia yang tidak sebanding dirinya (Kades-red).
“Mok pikir dadi kades iku gak bondo akeh ta, iyo nek awakmu bondo 300 ewu wes oleh kartu media," ucap Yomiarto, dalam bahasa Jawa yang Artinya kamu pikir menjadi Kades (Kades-red) itu tidak modal, iya kalau dirimu (wartawan, red), modal cuman 300 ribu sudah dapat kartu Media.
Ucapan yang seharusnya tidak pantas dilontarkan oleh seorang akademisi jebolan salah satu fakultas tersebut, meski hal itu merupakan gambaran kepribadian yang mempunyai cara berfikir culas dan tidak menggambarkan jiwa kepemimpinan sama sekali, tidak cukup berhenti sampai disitu, Yomiarto, juga merasa enggan dikonfirmasi saat salah satu dari Redaksi Media lainnya menanyakan tentang Keadaan Mobil siaga yang mati Pajak dan plat nomornya.
“Lapo kok takok mobil siaga?, awakmu iku sopo urusanmu opo!, “ucap Yomiarto.
Ucapan yang mengundang Perhatian Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Generasi Muda Peduli Aspirasi Masyarakat tersebut ikut angkat bicara, Gambaran seorang akademisi yang sudah dinobatkan menjadi Sarjana seharusnya tidak demikian, apalagi sampai seorang Kepala Desa berkata bahwa dirinya untuk menjadi seorang pemimpin di Desa harus Modal banyak.
“Gambaran seorang akademisi yang sudah dinobatkan menjadi Sarjana seharusnya tidak demikian, apalagi sampai seorang Kepala Desa berkata bahwa dirinya untuk menjadi seorang pemimpin di Desa harus Modal banyak," ucap Ketua Umum Dpp LSM Gempar.
Dalam Kesempatannya Ketua Umum DPP LSM Gempar juga menyampaikan bahwa jika warga masyarakat yang dalam hal mencalonkan diri untuk menjadi seorang Kepala Desa harus bermodal banyak justru ketika dia menjadi Kepala Desa, dia akan bertindak tidak peduli, karena yang didalam pemikirannya hanyalah bagaimana caranya mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan saat Kampanye Pilkades sebelumnya.
“Jika Warga Masyarakat yang dalam Hal mencalonkan diri untuk menjadi Seorang Kepala Desa harus bermodal banyak justru ketika dia menjadi Kepala Desa, dia akan bertindak tidak peduli, karena yang didalam pemikirannya hanyalah bagaimana caranya mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan saat Kampanye Pilkades sebelumnya” ucap Pria Tambun yang mempunyai nama asli Sulistiyanto.
Ketua DPP LSM Gempar juga menyampaikan bahwa hal bertanya yang dimiliki seorang wartawan adalah hak mutlak yang tidak bisa ditawar, mereka dibekali Kartu Anggota dan dipayungi Undang – undang Pers, peran mereka begitu penting bagi bangsa, karya mereka dinanti ribuan pembaca, mereka tidak mempunyai pemikiran Korup karena yang ada dibenak mereka hanyalah membongkar praktek – praktek korupsi yang memang sudah menjadi tradisi seorang yang untuk menjadi seorang Pemimpin Desa bermodalkan uang dan bukan bermodal Amanah dari Rakyat.
“Hal bertanya yang dimiliki seorang wartawan adalah hak mutlak yang tidak bisa ditawar, mereka dibekali Kartu Anggota dan dipayungi Undang – undang Pers, peran mereka begitu penting bagi bangsa, karya mereka dinanti ribuan pembaca, mereka tidak mempunyai pemikiran Korup karena yang ada dibenak mereka hanyalah membongkar praktek – praktek korupsi yang memang sudah menjadi tradisi seorang yang untuk menjadi seorang Pemimpin Desa bermodalkan uang dan bukan bermodal Amanah dari Rakyat” terang bang Tyo.
Masih bersama bang Tyo, ini sudah bukan masalah untuk menjadi seorang wartawan itu cuman hanya modal 300ribu dan menjadi seorang Kades modalnya banyak, ini masalah uang rakyat, mobil siaga dihasilkan dari keringat rakyat yang terkumpul melalui pajak dan lainya, bahwa ketika teman – teman wartawan bertanya tentang Anggaran Dana Desa.
Hal itu merupakan kewajiban wartawan untuk menanyakan, Dana Desa ada karena itu merupakan uang rakyat Indonesia bukan uang Kepala Desa pribadi, silahkan kalian (wartawan- red) bertanya tentang Dana Desa atau apapun yang menyangkut aset Desa dan apapun yang berhubungan dengan Pemerintahan, karena semua itu tugas kalian, karena tugas kalian adalah bertanya, mendengar dan merangkum menjadi karya tulis, kalian tidak wajib melaporkan karena tugas melaporkan adalah Masyarakat atau Lembaga” tutup bang Tyo dalam obrolan singkatnya bersama Redaksi Media ini.
{ Tim/Red }
dibaca
إرسال تعليق