Media Suara Rakyat Indonesia.id

Gelar Sidang Kasus Penipuan Condotel Swiss-Bell Surabaya, Karyawan Akui Buat Kwitansi Atas Perintah Komisaris

Gelar Sidang Kasus Penipuan Condotel Swiss-Bell Surabaya, Karyawan Akui Buat Kwitansi Atas Perintah Komisaris


MSRI, SURABAYA -  Persidangan kasus dugaan penipuan dan penggelapan penjualan Condotel yang kini beroperasi dengan nama Swiss-Bell Hotel kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Perkara ini menyeret dua pejabat PT. Centurion Perkasa Iman (CPI), yakni Komisaris Edward Tjandra Kusuma dan Direktur Ferry Alfrits Sangeroki, sebagai terdakwa.

Dalam sidang lanjutan yang digelar Senin (21/04/2025), Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi Sri, seorang staf administrasi PT. CPI, yang memberikan keterangan mengejutkan. Sri mengaku pernah diminta langsung oleh Edward Tjandra untuk membuat kwitansi pembayaran Condotel.

Dalam keterangannya, Sri awalnya menyatakan hanya satu pembeli atas nama Tomy yang dibuatkan kwitansi pembelian Condotel. Namun, setelah diperlihatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan bukti dari jaksa, Sri akhirnya mengakui ada tiga nama lain, yakni Aida, Suija, dan Tomy. Ia membantah mengetahui pembelian atas nama Gerson.

“Ada tiga orang, yakni Aida, Suija dan Tomy. Kalau Gerson saya tidak mengetahui, Yang Mulia,” ujar Sri di hadapan majelis hakim.

Sri juga menjelaskan bahwa pada tahun 2013 ia mulai bekerja di PT. CPI, setelah sebelumnya bekerja di Supermarket Sinar milik Friz Candra Kusuma, ayah dari Edward Tjandra Kusuma.

Masih menurut saksi Sri, saat beberapa calon pembeli datang ke kantor PT. CPI untuk menanyakan Condotel, ia menyampaikan bahwa yang ada hanyalah hotel.

“Saat itu ada marketing bernama Felisia bersama timnya yang menawarkan Condotel,” jelas Sri.

Terungkap pula fakta bahwa pemeriksaan saksi Sri oleh penyidik dilakukan bukan di Polda Jatim, melainkan di kantor PT. CPI. “Saat itu memang ada surat pemanggilan, namun entah kenapa diperiksa di kantor CPI. Kalau tidak salah ada tiga petugas, tapi saya lupa namanya,” ungkapnya.

Terdakwa Edward Tjandra membantah keterangan saksi Sri. Ia menegaskan tidak pernah memerintahkan langsung pembuatan kwitansi, dan mengatakan bahwa semua staf di CPI harus jujur dan melaporkan setiap pemasukan.

“Saya tidak pernah perintahkan saksi untuk membuat kwitansi. Saya hanya memberikan arahan umum agar semua laporan dicatat dan disampaikan,” tegas Edward. Ia juga membantah pernah menjabat sebagai Direktur Operasional, serta menyebut Sri hanya staf paling bawah di perusahaan.

Sementara terdakwa Ferry Alfrits Sangeroki tidak memberikan bantahan terhadap keterangan saksi.

Perkara ini bermula dari penjualan unit Condotel Darmo Centrum oleh PT. CPI sejak tahun 2013. Para terdakwa menawarkan fasilitas mewah dengan iming-iming program Loyalty Reward, di mana uang pembelian akan dikembalikan 100% setelah 15 tahun. Salah satu korban, Felix The, tergiur dan membeli unit 1020 melalui perantara ayahnya, Tomy.

Namun, janji serah terima tidak pernah ditepati. Bukannya Condotel, bangunan tersebut kini beroperasi sebagai hotel bernama Grand Swiss-Bell Hotel. Felix The yang merasa dirugikan hingga Rp 881.997.800 akhirnya melayangkan empat somasi tanpa respons memuaskan. Ia kemudian melapor ke Polda Jatim pada 8 Juni 2023.

Berdasarkan akta-akta dan perjanjian antara PT. CPI, Swiss-Pasific Limited, dan pihak terkait lainnya, dugaan kuat muncul bahwa Condotel tersebut memang tidak pernah direncanakan sebagai bentuk kepemilikan pribadi, melainkan hotel komersial sepenuhnya. Terbukti dari IMB dan perjanjian pemborongan yang ditujukan untuk pembangunan hotel, bukan Condotel.

Kini, Edward Tjandra Kusuma dan Ferry Alfrits Sangeroki diadili atas dugaan melanggar Pasal 372 KUHP jo Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penggelapan dan penipuan secara bersama-sama.

{ Redaksi }

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama
Media Suara Rakyat Indonesia.id