MediaSuaraRakyatIndonesia.id

Ketika Kebenaran dan Keadilan ada Harganya

Ketika Kebenaran dan Keadilan ada Harganya

MSRI, SURABAYA - Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kata kebenaran dan keadilan. Meski dua kata ini terdengar sederhana, namun dalam kenyataannya sangat berat untuk diwujudkan. Tidak sedikit orang yang tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun faktanya, banyak yang lebih memilih diam hanya karena merasa takut kehilangan kenyamanan, kedudukan, atau bahkan keselamatan.

Mungkin, di sinilah letak ‘Harga’ kebenaran dan keadilan. Yang makin kesini dirasa makin mahal, dan menjelma menjadi sebuah barang mewah yang hanya dapat di miliki oleh sebagian orang atau golongan yang bermodal besar dan berkantong tebal.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”(QS. Al-Maidah: 8).

Ayat ini menegaskan bahwa adil bukan sekadar soal hukum, melainkan sikap hati. Menjadi adil berarti mampu menahan hawa nafsu, meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan tidak membiarkan rasa suka atau benci menguasai keputusan. Bahkan terhadap orang yang kita tidak sukai sekalipun, kita tetap diperintahkan untuk adil.

“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Hadis ini memberikan pesan mendalam. Berkata benar di hadapan orang biasa itu mungkin mudah, Namun menyuarakan kebenaran kepada pihak yang berkuasa dan zalim tentu menjadi sesuatu yang tak mudah. Jelas penuh risiko, berbatu cadas, bisa berujung pada kehilangan pekerjaan, keluar dari zona nyaman, dijauhi banyak orang, atau bahkan ancaman nyata terhadap nyawa. Namun, Rasulullah SAW justru menyebut hal itu sebagai Jihad terbaik.

Kisah Teladan Sahabat Nabi

Teladan nyata tentang mahalnya kebenaran dan keadilan dapat kita lihat pada sosok Khalifah Umar bin Khattab RA. Suatu ketika, putra beliau, Abdullah bin Umar, pernah didapati melakukan sebuah kesalahan yang menurut hukum Islam harus dikenakan hukuman cambuk.

Sebagai seorang ayah sekaligus khalifah, Umar bisa saja dengan mudah meringankan hukuman itu bahkan menghapusnya. Namun, beliau justru memerintahkan agar hukuman dilaksanakan sesuai syariat, tanpa ada keringanan sedikit pun.

Keadilan Umar bin Khattab ini menunjukkan bahwa hukum tidak boleh pandang bulu. Tidak ada keistimewaan bagi keluarganya sendiri. Beliau menegakkan kebenaran dan keadilan, meski itu menyakitkan hatinya sebagai seorang ayah. Inilah bukti nyata bahwa keadilan memang mahal, bahkan terkadang harus dibayar dengan perasaan pribadi.

Sayangnya, di zaman sekarang, banyak orang yang mengorbankan kebenaran demi keuntungan dunia. Ada yang menutup mata terhadap ketidakadilan karena takut tersisih. Ada pula yang menjual prinsip demi harta dan jabatan. Padahal, Rasulullah SAW mengingatkan bahwa hancurnya sebuah bangsa sering kali berawal dari hilangnya keadilan.

Menjaga kebenaran memang berat. Sementara, menegakkan keadilan juga tidaklah mudah. Akan tetapi, keduanya adalah pondasi kehidupan yang diRidhai Allah. Hidup tanpa kebenaran akan dipenuhi kebohongan, begitu pula jika hidup tanpa keadilan, akan menjerumuskan kita pada sebuah kehancuran.

Kebenaran dan keadilan mungkin terasa mahal di dunia, tetapi di sisi Allah, keduanya tak terbeli dan tak ternilai. Jika kita mampu menjaganya, meski dengan risiko dan pengorbanan, niscaya Allah akan menggantinya dengan pahala yang lebih besar dan kemuliaan yang abadi. Wallahua’lam Bishowab.

Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang berani berkata benar meski pahit, dan mampu berlaku adil meski terhadap orang yang tidak kita sukai. Sebab, kebenaran dan keadilan bukan hanya pilihan, melainkan amanah yang harus kita jaga hingga akhir hayat, Aamiin.

{Redaksi}

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama
MediaSuaraRakyatIndonesia.id