![]() |
| Dok, foto; Kejati Jatim Ungkap Korupsi PT DABN, Blokir 13 Rekening dan Sita Rp 47 Miliar. |
MSRI, SURABAYA - Penyidikan dugaan korupsi pengelolaan jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo memasuki babak krusial. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menegaskan bahwa penelusuran terhadap PT Delta Artha Bahari Nusantara (PT DABN) yang berlangsung sejak 2017 hingga 2025 menunjukkan indikasi kuat adanya penyimpangan serius dalam proses pengelolaan dan perolehan konsesi.
Penyidikan resmi bergulir setelah terbit Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-1294/M.5/Fd.1/06/2025 pada 31 Juli 2025. Kajati Jatim Agus Sahat ST, S.H., M.H mengungkapkan bahwa penyidik telah memeriksa sekitar 25 saksi dan dua ahli yang terdiri dari ahli pidana serta ahli keuangan negara.
Pemeriksaan dilakukan untuk menelusuri alur pengelolaan keuangan dan kebijakan yang dilakukan PT DABN selama memegang otoritas layanan kepelabuhanan.
Sebagai upaya memperkuat alat bukti, penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penggeledahan Nomor PRINT-1442/M.5.5/Fd.2/08/2025 serta Surat Perintah Penyitaan Nomor PRINT-1444/M.5.5/Fd.2/08/2025 tertanggal 14 Agustus 2025. Penggeledahan dilaksanakan di Kantor KSOP Probolinggo, kantor PT DABN Probolinggo, kantor PT DABN Gresik, hingga PT PJU.
Berbagai dokumen strategis dan data keuangan diamankan penyidik. Tidak hanya itu, aset pengelolaan PT DABN yang terkait langsung dengan keuangan Pelabuhan Probolinggo juga ditarik dalam rangka rekonstruksi peristiwa hukum.
Koordinasi intensif dilakukan dengan Biro Perekonomian Pemprov Jatim, KSOP Probolinggo, PT PJU, dan PT DABN hingga berujung pada penandatanganan Perjanjian Pengelolaan Keuangan Tanjung Tembaga Probolinggo pada 22 September 2025 Nomor B-7358/M.5.5/F.S/09/2025.
Penyidik menetapkan pemblokiran terhadap 13 rekening PT DABN. Kajati Jatim merinci bahwa total dana yang disita mencapai Rp 33.968.120.399,31 dari lima bank, serta USD 8.046,95. Selain itu, terdapat enam deposito berjumlah Rp 13.300.000.000 dan USD 413.000.
Aset yang berhasil diamankan mencapai total Rp 47.268.120.399 dan USD 421.046. Seluruhnya kini berada dalam kendali Kejati Jatim, sembari menunggu hasil final perhitungan kerugian negara dari BPKP.
Kajati Jatim Agus Sahat ST, S.H., M.H juga menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari keinginan Pemprov Jawa Timur mengelola Pelabuhan Probolinggo. Namun saat itu tidak ada BUMD yang memenuhi syarat sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Untuk mengisi kekosongan tersebut, PT DABN yang bukan BUMD, melainkan anak perusahaan PT Jatim Energy Services (PT JES) diusulkan menjadi pengelola.
Setelah PT JES mengalami kerugian dan diakuisisi PT PJU, PT DABN otomatis menjadi anak perusahaan PT PJU. Namun dalam Surat Gubernur Nomor 552.3/3569/104/2015 tertanggal 10 Agustus 2015 kepada Dirjen Perhubungan Laut, PT DABN disebut seolah-olah merupakan BUMD dan memiliki izin BUP. Surat inilah yang mengantarkan permohonan PT DABN untuk mengelola Pelabuhan Tanjung Tembaga.
Padahal regulasi menyebutkan bahwa BUP yang menerima hak konsesi melalui penugasan wajib memenuhi dua syarat mutlak: lahan harus dimiliki oleh BUP dan seluruh investasi berasal dari BUP, bukan APBN maupun APBD.
Pemprov Jatim kemudian menerbitkan Perda Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur penyertaan modal kepada PT PJU untuk diteruskan kepada PT DABN. Padahal, penyertaan modal kepada entitas non-BUMD bertentangan dengan Pasal 333 ayat (2) UU 23/2014. Ketentuan ini bahkan sudah ditekankan dalam penjelasan umum Perda tersebut.
Meski syarat belum terpenuhi, Perjanjian Konsesi antara KSOP Kelas IV Probolinggo dan PT DABN ditandatangani pada 21 Desember 2017. Ironisnya, aset berupa lahan baru diserahkan PT PJU kepada PT DABN pada 9 Agustus 2021 sebagaimana tercatat dalam Berita Acara Nomor 01/PJU-P/VIII/2021 – DIR.006/DABN/BA/VIII/2021.
Kondisi ini dinilai bertentangan dengan Pasal 74 huruf (2a) PP Nomor 64 Tahun 2015 yang mengatur kewajiban kepemilikan lahan sebelum konsesi diterima.
Dalam periode 2018–2024, PT DABN mengelola Pelabuhan Tanjung Tembaga berdasarkan perjanjian konsesi tersebut. Selama enam tahun itu, pendapatan perusahaan mencapai Rp 193.446.075.745. Dari jumlah tersebut, setoran kepada KSOP hanya sekitar Rp 5.319.767.083 atau 2,75 persen.
Nilai setoran yang minim dengan dasar konsesi yang dipertanyakan semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan struktural dan administratif yang kini tengah dibongkar penyidik.
Kajati Jatim menegaskan bahwa penyidikan akan terus berjalan secara komprehensif. Semua temuan dan bukti akan diproses sesuai hukum yang berlaku. “Penyidikan masih terus berjalan dan Kejati Jatim memastikan bahwa setiap temuan akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” pungkasnya.
{Redaksi}
dibaca

Posting Komentar
Hi Please, Do not Spam in Comments