MediaSuaraRakyatIndonesia.id

Aktivitas Tambang di Kalikatir Gondang Kabupaten Mojokerto Menuai Protes Warga dan Sungai Tercemar

Aktivitas Tambang di Kalikatir Gondang Kabupaten Mojokerto Menuai Protes Warga dan Sungai Tercemar
Gambar ilustrasi


MSRI, MOJOKERTO - Isu mengenai penambangan ilegal di Indonesia merupakan masalah pelik yang terus berulang, membawa dampak multidimensi mulai dari kerugian negara, kerusakan lingkungan, hingga potensi konflik sosial.

Kasus dugaan operasi Tambang Galian C Ilegal di Desa Kalikatir, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, yang melibatkan seorang inisial S, kembali menyeruak dan menjadi sorotan tajam.

Dugaan bahwa operasi ini berjalan tanpa mengantongi izin yang sah dan belum tersentuh oleh Aparat Penegak Hukum (APH) menuntut perhatian serius dan tindakan tegas.

Dugaan pelanggaran tidak hanya sebatas pada ilegalitas perizinan, namun juga meluas hingga potensi penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan penyerobotan lahan milik Perhutani.

Pelanggaran-pelanggaran krusial ini menunjukkan adanya praktik yang merugikan keuangan negara, merusak ekosistem hutan, dan melanggar prinsip keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.

Pengelola tambang inisial S galian C tersebut, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Kamis (13/10) siang, hingga berita ini diturunkan tidak merespon.

Untuk memahami seberapa serius pelanggaran ini, penting untuk meninjau landasan hukum yang mengatur kegiatan pertambangan di Indonesia. Regulasi utama yang menjadi acuan adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Kegiatan penambangan yang dilakukan tanpa izin yang sah, termasuk izin usaha pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), merupakan inti dari praktik penambangan ilegal.

Dalam konteks Galian C (batuan), perizinan harus merujuk pada ketentuan dalam UU Minerba. Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 (Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009).

"Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c, Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1), Pasal 81 ayat (2), Pasal 100 ayat (1), Pasal 105 ayat (1), Pasal 108 ayat (2), Pasal 110 ayat (1), dan Pasal 112 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."

Dugaan Pengelola tambang tanpa izin resmi, termasuk dugaan izin Stockpile batuan, secara jelas melanggar ketentuan ini. Ancaman sanksi pidana dan denda yang sangat besar menunjukkan bahwa negara memandang serius kegiatan penambangan tanpa izin.

Dugaan penggunaan lahan yang diduga milik Perhutani (kawasan hutan) untuk kegiatan penambangan tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan diperbarui dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

Pasal Terkait (Merujuk UU Kehutanan dan UU Cipta Kerja), Pasal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 78 ayat (9) UU No. 41 Tahun 1999 jo. UU Cipta Kerja. Melakukan kegiatan penambangan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di dalam kawasan hutan merupakan tindak pidana dengan sanksi pidana (Pasal 78 ayat (9)).

"Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf g dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah)."

Jika terbukti lahan yang dikeruk berada di kawasan hutan milik Perhutani dan dilakukan tanpa IPPKH, pelaku tidak hanya dijerat UU Minerba, tetapi juga UU Kehutanan dengan ancaman pidana yang bahkan lebih berat, menegaskan pentingnya perlindungan kawasan hutan.

Dugaan Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar bersubsidi untuk operasional alat berat dalam skala komersial, seperti tambang, jelas melanggar ketentuan perundang-undangan. Subsidi BBM ditujukan untuk sektor rumah tangga, usaha mikro, petani, dan nelayan, bukan untuk kegiatan komersial besar.

Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, "Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas yang disubsidi dan/atau penyediaan dan pendistribusiannya diberikan penugasan Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah)."

Dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi ini menambah daftar pelanggaran serius yang dilakukan, karena merugikan keuangan negara dan mengganggu distribusi BBM bersubsidi bagi masyarakat yang berhak. Pelaku dapat dijerat pasal berlapis.

Dampak dari penambangan ilegal di Kalikatir, Mojokerto, bukan hanya berupa potensi sanksi pidana, namun juga kerugian nyata bagi negara dan lingkungan.

Kegiatan tanpa izin berarti negara kehilangan potensi penerimaan dari iuran tetap (landrent), iuran produksi (royalti), dan pajak lainnya. Penyalahgunaan BBM bersubsidi juga merupakan kerugian langsung karena subsidi yang seharusnya dinikmati rakyat miskin justru dialihkan untuk keuntungan pribadi.

Penambangan batuan di kawasan hutan, menyebabkan degradasi lahan, erosi, dan perubahan bentang alam yang sulit dipulihkan. Hal ini mengancam keanekaragaman hayati, merusak sistem tata air, dan berpotensi memicu bencana seperti tanah longsor.

Penyerobotan lahan Perhutani merusak fungsi konservasi dan fungsi lindung hutan, yang berdampak jangka panjang pada ekosistem regional.

Kasus di Kalikatir, Mojokerto, adalah ujian nyata bagi konsistensi penegakan hukum di sektor pertambangan. Seruan untuk penegakan hukum harus dialamatkan kepada:

Sebagai institusi utama APH, jajaran Polri khususnya Polres Mojokerto, memiliki kewajiban untuk segera melakukan investigasi, penyelidikan, dan penyidikan atas dugaan tindak pidana berlapis (Minerba, Kehutanan, dan Migas). Tidak adanya tindakan tegas akan menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen terhadap hukum.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Instansi berwenang ini harus turun tangan untuk memverifikasi status perizinan, menghentikan kegiatan di lapangan, dan berkoordinasi dengan APH dalam proses hukum.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Perhutani harus aktif melindungi aset negara dan segera melaporkan dugaan penyerobotan lahan mereka kepada APH.

Dalam negara hukum, tidak ada satu pun individu atau kelompok yang kebal dari hukum. Dugaan pengabaian izin dan terus beroperasinya tambang ilegal merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap peraturan negara. Penegakan hukum yang tegas akan mengirimkan pesan kuat bahwa praktik ilegal tidak akan ditoleransi, sekaligus memulihkan kerugian negara dan lingkungan.

Dugaan kasus Galian C Ilegal di Kalikatir, Mojokerto bukan sekadar laporan, melainkan alarm yang meminta respons cepat dan terukur dari seluruh elemen APH dan instansi terkait.

Penyelidikan harus dilakukan transparan, cepat, dan komprehensif, menjerat tidak hanya operator lapangan, tetapi juga potensi aktor intelektual atau pihak-pihak yang mungkin terlibat dalam pembiaran atau perlindungan terhadap praktik ilegal ini.

Hanya dengan penegakan hukum yang berkeadilan dan tanpa pandang bulu, sumber daya alam Indonesia dapat dikelola secara berkelanjutan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, bukan segelintir individu.

Media akan terus memantau dan mengawal penanganan hukum kasus ini dan akan melakukan konfirmasi kepada pihak pihak terkait tentang dugaan galian C tanpa ijin di Kalikatir ini.

Tuntutan Warga:

Warga meminta agar aktivitas tambang dihentikan sementara dan dilakukan evaluasi menyeluruh oleh dinas terkait, termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan ESDM. Mereka juga mendesak pemerintah daerah untuk lebih tegas dalam mengawasi praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.

{Tim/Redaksi MSRI}

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama
MediaSuaraRakyatIndonesia.id