MediaSuaraRakyatIndonesia.id

Peluang atau Bom Waktu: Dana Desa Bisa Menjadi Jaminan Pinjaman Koperasi Desa Merah Putih Rp 3 Miliyar

Peluang atau Bom Waktu: Dana Desa Bisa Menjadi Jaminan Pinjaman Koperasi Desa Merah Putih Rp. 3 Miliyar
Dok, foto; Dr. Slamet Sunarto, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Tulungagung.

MSRI, TULUNGAGUNG - Kebijakan baru Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025 memungkinkan dana desa (DD) dan dana alokasi umum (DAU) digunakan sebagai jaminan pinjaman Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) hingga Rp 3 miliar di bank-bank Himbara. Ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan desa, apakah ini peluang atau bom waktu bagi ekonomi desa?

Peluang dan Risiko

• Peluang: Membuka akses permodalan lebih longgar untuk menggerakkan ekonomi desa, meningkatkan daya dorong ekonomi lokal.

• Risiko: Dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, jalan, jembatan, dan layanan dasar bisa tersedot untuk menutup cicilan koperasi yang kolaps.

Kondisi dan Tantangan

Keraguan Desa: Banyak desa masih ragu, seperti disampaikan Dr. Slamet Sunarto, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Tulungagung.

Aturan Teknis Belum Jelas: Aturan teknis dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa belum turun, membuat kepala desa memilih menunggu.

Kepala Desa Jadi Penjamin: Skema ini menempatkan kepala desa sebagai penjamin, bukan peminjam, menimbulkan dilema jika koperasi gagal bayar.

Persiapan dan Pengawasan

• Persiapan Minim: Pemetaan koperasi yang layak belum dilakukan, padahal perbankan biasanya mewajibkan due diligence.

Pengawasan Belum Siap: Mekanisme pengawasan rinci belum siap, membuka celah moral hazard.

Monitoring Terjadwal: Monitoring baru dijadwalkan November-Desember 2025.

Dampak Potensial

Bom Waktu?: Tanpa pengawasan ketat, strategi ini bisa berubah menjadi bom waktu, desa kehilangan kepercayaan warga, pembangunan tertunda.

Jebakan Utang: Dana desa bisa berubah dari alat pembangunan menjadi jebakan utang jika regulasi teknis dan pengawasan tidak kuat.

Kini, pertanyaan besar adalah siapa yang siap menanggung risiko—koperasi, kepala desa, atau pemerintah pusat? Publik menunggu klarifikasi, sosialisasi, dan pengawasan efektif.

Reporter: Huntoro

{Divisi Investigasi}

Baca Juga

dibaca

Post a Comment

Hi Please, Do not Spam in Comments

Lebih baru Lebih lama
MediaSuaraRakyatIndonesia.id