MSRI, SIDOARJO - Untuk sidang kedua kali ini di Pengadilan Negeri Sidoarjo menghadirkan ketiga tersangka yaitu AWS,AF dan MBA. Rabu 7 Mei 2025.
Dalam pengembangan kasus, diketahui bahwa pasutri ini bersedia lagi mendonorkan ginjal dengan harapan mendapat imbalan uang lebih. Lalu, lada Agustus 2024, terdakwa MB menjalin komunikasi lewat grup Facebook "Kumpulan Pasien Hemodialisis", yang dikelola oleh Farid. Di grup itu, MB menyatakan bahwa istrinya bersedia menjadi pendonor ginjal.
Selanjutnya, sekitar akhir September 2024, seorang warga Makassar bernama Siti Nurul Haliza alias Nunu yang sedang mencari pendonor ginjal untuk ibunya (Suryani), menemukan postingan anonim di grup yang menyebutkan "Siap donor wanita 29 tahun golongan darah O".
Setelah mengomentari postingan dan meminta kontak WhatsApp, Nunu berkomunikasi dengan MB, yang kemudian menghubungkannya dengan AF, pelaku yang sudah berpengalaman melakukan donor ke India. Setelah itu, Pada 5 Oktober 2024, Nunu mengundang MBS, AF, MB, serta Rina ke rumahnya di Makassar.
Dalam pertemuan itu dibahas segala keperluan transplantasi ginjal, mulai dari biaya, waktu, tempat tinggal, konsumsi, hingga akomodasi selama proses di India. Dari hasil pertemuan tersebut, disepakati bahwa biaya transplantasi sebesar Rp 600 juta akan dibayarkan secara bertahap dalam enam termin.
Namun nahas, sebelum melakukan jual beli ginjal, kegiatan itu terendus pihak Imigrasi Surabaya. Alhasil para terdakwa berujung diadili di PN Sidoarjo ini.
“Klien kami keberatan karena proses TPPO ini tidak bisa berdiri sendiri. Ada yang mengatur, ada yang membiayai. Tapi kenapa hanya mereka yang diadili? Di mana aktor intelektualnya? Ini yang kami pertanyakan,” tegas Supolo kepada awak media.
Pengacara Supolo SH,MH secara khusus menyebut nama Siti Nurul Haliza alias Nunu, yang dalam berkas perkara disebut sebagai pihak yang menyediakan dana untuk perjalanan ke India. Namun, anehnya, Nunu justru hanya dimunculkan sebagai saksi, bukan terdakwa. Padahal, penyandang dana sangat sensitif sekali dalam kasus TPPO ilegal semacam ini.
“Logikanya, perdagangan ginjal ke luar negeri itu tidak murah. Tanpa ada aliran dana, tidak akan jalan. Tapi kok justru yang membiayai dibiarkan jadi saksi? Ini janggal,” tegas Supolo.
“Kami akan hadirkan ahli pidana yang menjelaskan bahwa dalam tindak pidana jaringan ini pembiayan itu punya tanggung jawab hukum,” imbuhnya.
Selain mempertanyakan aktor intelektual dan penyandang dana, pihak kuasa hukum juga menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo kabur dan tidak cermat. Dalam pandangan mereka, beberapa unsur delik tidak dijelaskan secara rinci dan membuka ruang tafsir yang dapat merugikan terdakwa.
Kami tidak ingin klien kami divonis atas dasar dakwaan yang tidak kuat. Asas keadilan harus ditegakkan. Jangan sampai belum ada putusan hakim, sudah dihakimi seolah bersalah,” pungkasnya.
Kedua terdakwa saat ini didakwa dengan Pasal 4 Jo Pasal 10 Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Selain itu, dakwaan subsider dikenakan berdasarkan Pasal 432 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP, yang mengatur tentang percobaan tindak pidana dan penyertaan.
Ketua Majelis Hakim, D. Herjuna Wisnu Gautama menunda persidangan besok Kamis 8 Mei 2025.
Eksepsi dari Penasehat Hukum (PH) Terdakwa pasutri,dari kantor Hukum Graha Keadilan yang beralamatkan di Jl Gadung no 16 Driyorejo Gresik,Owner Bapak Supolo SH MH dan Patners.
{ Yud }.
dibaca
Posting Komentar