MSRI, KOTA BARU - Puluhan warga Desa Bekambit Kecamatan Pulau Laut Timur Kabupaten Kotabaru, hadir mediasi dan menggelar aksi damai di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kalimantan Selatan di Banjarbaru, Selasa (22/4/2025).
Aksi ini merupakan respons atas pembatalan 700 lebih Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan Transmigrasi Rawa Indah, yang diketahui berkaitan dengan aktivitas pertambangan PT Sebuku Sejaka Coal (SSC).
Berdasarkan keterangan yang dihimpun awak media ini, pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) warga didasari atas permohonan oleh Perusahaan Tambang Batubara PT. Sebuku Sejaka Coal (SSC) dikarenakan berada diwilayah Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) Batubara, padahal IUP-OP diterbitkan tahun 2011 oleh Bupati Kotabaru terdahulu, sedangkan wilayah Eks. Transmigrasi sudah dikuasai warga sejak tahun 1989 hingga mendapatkan SHM pada tahun 1990.
29 Warga yang mewakili Ribuan Warga Eks. Transmigrasi, berangkat dari Desa Bekambit Kabupaten Kotabaru ke Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan, demi untuk menuntut keadilan atas pembatalan SHM yang mereka anggap cacat prosedur bahkan terkesan ada konspirasi mafia tanah, sehingga tidak hanya merugikan secara ekonomi warga namun juga merugikan sosial, ditambah adanya diskriminasi dan kriminalisasi hukum oleh oknum aparat Kepolisian Polres Kotabaru ditahun 2022 saat tambang Batubara masuk kewilayah warga.
I Ketut Buderana selaku Ketua Eks. Transmigrasi yang mempertahankan Wilayah warga dari perusahaan tambang batubara ditahun 2022, dipenjarakan oleh mantan Kasat Reskrim AKP. Abdul Jalil, S.I.K., M.H. pada saat itu, dimana Buderana dianggap pelaku penggelapan SHM, padahal menurut warga dan Buderana ia hanya mendapatkan Surat Kuasa dari I Wayan Suada untuk mempertahankan yang dibeli Wayan Suada dari Gede Ruma, merasa dikriminalisasi untuk dibungkam saat itu akhirnya Buderana menunjukkan bukti bukti keberangkatan Eks. KBO Polres Kotabaru Kity Tokan, S.H. ke Bali mencari Gede Ruma dan membuat pernyataan disana seakan tidak pernah menjual lahan, padahal saksi dan keterangan Wayan Suada sendiri ia telah membeli pada saat Gede Ruma pulang ke Bali karena tidak tahan menetap di Transmigrasi.
I Ketut Buderana mengatakan, kami tidak akan menyerah, kami akan terus berjuang, dan kami sudah koordinasi dengan Anggota Komisi 3 DPR-RI, biar ini cepat selesai permasalahan warga agar Presiden Prabowo Subianto juga tahu penderitaan yang kami alami atas Konspirasi oleh Oknum Polisi dan Oknum BPN, serta Perusahaan.ucap Buderana.
Kuasa hukum warga, M. Hafidz Halim, dari Kantor Advokat Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. (BASA REKAN) menyatakan kepada media bahwa lahan transmigrasi yang dikelola warga sudah sejak 1986 dan juga ada warga yang kelola ditahun 1989.
“menurutnya Pembatalan Pertama sebanyak 441 Sertifikat warga Transmigrasi sedangkan Pembatalan Kedua sebanyak 276 Sertifikat Hak Milik warga dengan cara dilakukan tiba-tiba dan hanya atas permintaan perusahaan, tanpa dilakukan sosialisasi dan partisipasi kepada warga,” katanya.
Pernyataan ini menggaris bawahi kurangnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Mediasi yang direncanakan antara warga dan PT.Sebuku Sejaka Coal gagal terlaksana akibat ketidakhadiran perwakilan perusahaan di Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Selatan.
Ketidakhadiran ini semakin memperkuat kecurigaan warga akan adanya upaya untuk mengabaikan hak-hak mereka.
Setelah pembatalan SHM pada tahun 2019 silam, PT SSC memulai aktivitas pertambangan pada tahun 2021, sehingga menyebabkan warga kehilangan akses kelokasi lahan yang telah mereka kelola selama puluhan tahun.
"Sejak pembatalan pada 2019, PT Sebuku Sejaka Coal mulai menambang di lokasi pada 2021, yang menyebabkan warga kehilangan akses ke lahan yang telah mereka kelola selama puluhan tahun,” ungkapnya.
Pihak Kuasa Hukum meminta Kementerian ATR melakukan Supervisi terhadap BPN Kotabaru dan BPN Kalsel, serta mencabut Surat Keputusan (SK) BPN Kalsel atas Pembatalan 700 SHM sebelum mediasi selanjutnya dilakukan.
Team Hukum Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. juga menuntut transparansi dan akuntabilitas dari BPN Kalsel terkait proses pembatalan SHM itu sendiri, warga hanya menerima List Pembatalan kemudian lahan ditambang, dan warga dilarang masuk ke lahan mereka sendiri, mereka tidak menerima alasan pembatalan, tidak ada sosialisasi, ini seakan akan Penjajahan terjadi diatas tanah sendiri oleh oknum didalam bangsa sendiri, sampai kapan penderitaan warga kami ini terus terjadi, ujarnya.
“Kalau bisa membatalkan SHM, harus berani membatalkan SK pembatalannya. Baru masyarakat bisa bernegosiasi,” sebutnya.
Permintaan perhatian dari pemerintah pusat, termasuk Presiden Prabowo Subianto, juga disampaikan mengingat dampak signifikan konflik ini terhadap ribuan warga transmigran.
BPN Kalimantan Selatan menyatakan akan menjadwal ulang mediasi. Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari BPN terkait tuntutan warga dan alasan pembatalan SHM.
Ketidakhadiran perwakilan PT Sebuku Sejaka Coal dan kurangnya transparansi dari BPN Kalimantan Selatan menimbulkan kekhawatiran akan berlanjutnya konflik agraria ini dan ketidakpastian hukum bagi warga Desa Bekambit.
{ Redaksi }
dibaca
إرسال تعليق